Setiap kehidupan memiliki ceritanya sendiri,
sebuah ikatan selalu menunjukan jalan kebahagiaan dan arti dalam hidup ini.
Rendy pernah memiliki keyakinan itu sebelum
akhirnya dia membuang jauh semua keyakinanya setelah kecelakaan itu terjadi.
kecelakaan yang merenggut seluruh keyakinan di
hatinya, dan semua itu karena adikknya.
sekarang rendy telah membuang cinta dari hatinya
sendiri.
Namun sayangnya sebuah ikatan tidak pernah bisa
hilang meski kita mencoba melakukan apapaun untuk menghapusnya, rendy kembali
harus merasakan perihnya mencintai.
Rendy sangat membenci itu, karena setiap ada
pertemuan pasti ada perpisahan, Sudah lama ia merasa mati dari dunia ini
setelah kehilangan tujuan hidup.
sampai akhirnya wanita itu datang, Wanita ini
kembali mengisi hati rendy yang telah lama kosong dengan cinta.
Namun Hatinya pernah di isi seseorang yang
sekarang telah ia lupakan.
Berada di tengah hal itu sungguh menyakitkan
Haruskah rendy melupakanya ?
Atau kembali padanya ?
Jika ia kembali maka ia Sekaligus kembali pada
adiknya.
Manakah yang lebih kuat ?
Cinta atau kebencian
ALIVE
“Setiap
ikatan punya jalanya sendiri untuk kembali”
Rendy
Bunyi beker di telingaku begitu keras pagi itu
membuatku terbangun dari mimpiku dan kembali ke hidupku yang menyedihkan,
sesaat aku melihat ke luar jendela semua nampak gembira menyambut pagi itu dan
bergegas menuju tujuan mereka masing masing, namun tidak bagiku yang tidak
memiliki tujuan karena semua itu telah di renggut dariku 1 tahun yang lalu,
setelah kepergian orang tuaku aku hidup sendiri di rumahku yang terlalu besar
hingga nampak dari luar ini hanyalah sebuah rumah kosong, bisnis orang tuaku di
dunia yang membuatku tidak akan kehabisan uang untuk makan dan hidup untuk
diriku, namun tetap saja aku harus bekerja dan menghemat sisa peninggalan orang
tuaku, aku tidak perlu siapapun karena hidup akan lebih mudah jika kita tidak
bergantung pada siapapun atau menggantungkan hidup kita untuk siapapun,
sekarang yang ada dalam pikiranku hanyalah lakukan pekerjaanku untuk mendapatkan
uang dan makan lalu pulang begitu seterusnya hingga aku mati, semua ini terjadi
karena dia, dialah penyebab hancurnya hidupku selama ini, tak bisa kupungkiri
bahwa dialah satu satunya yang tersisa di hidupku, namun setelah semua yang
terjadi aku menganggap dia sudah mati, dia adalah adikkuIni sudah pukul 7 lewat aku harus bergegas menuju
supermarket di ujung jalan, jika aku terlambat maka pemilik supermarket itu
akan sangat marah kepadaku
“apa kau tidak punya jam ? rumahmu kan hanya beberapa meter
dari sini, kenapa setiap hari kau terlambat ?” Bu rini bertanya padaku.
“maaf bu aku lupa mengganti battery jam, jadi aku
tidak tahu kalau sudah pagi” jawabku sekenanya.
Hampir setiap hari aku kena omelan dan ocehan dari
bu rini, dan setiap hari juga aku semakin kebal terhadap ocehanya.
siang
itu cukup panas untuk membuat es meleleh dalam beberapa menit, kupikir
berbaring sebentar di gudang akan mencairkan tubuhku, namun aku salah karena
ternyata gudang adalah tempat terpanas di gedung itu, aku memutuskan untuk
keluar dari gedung itu untuk mencari makan
“hei rendy mau kemana ? sebentar sebentar pergi
kerjaanmu saja belum selesai” teriak bu rini dari dalam.
“makan siang !” aku balas teriak dari luar.
Serentak semua yang sedang belanja cekikian
Aku segera berlari kencang menuju
rumah makan sederhana langgananku di daerah itu.
“rendy
!”
Suara
itu nampak tak asing bagiku, karena itu aku tidak menoleh dan terus berlari
namun langkahku terhenti ketika ia menarik tanganku dan membuatku menghadapnya,
dia adalah anggi, temanku sejak aku lahir
“jangan ganggu gue” jawabku dingin.
“citra masuk ICU lagi ren” suara anggi lirih.
“lalu ?”
“plis ren dia butuh lo di sampingnya saat ini”
anggi terlihat memohon padaku.
“lebih baik dia mati, gue ga butuh orang kaya dia
!”
“plak” sebuah tamparan mendarat di pipi kananku,
tamparan itu sangat keras hingga membuatku terhempas ke samping kiri
“kenapa ren ?” anggi mulai menitihkan air mata.
“kenapa lo berubah kaya gini ren ?, sampai kapan
lo mau tenggelam karena masa lalu ren ?, semua bukan salah citra” anggi
menegaskan padaku
“nggi” aku menaikan wajahnya dan menatapnya tajam.
“lo gak tau apa apa tentang hidup gue, jadi lebih
baik jauhi gue”
Kalimat itu membuat anggi terdiam dan
terpaku untuk beberapa saat, aku meneruskan langkahku meninggalkanya menuju
rumah makan itu dengan menyisakan tanda tanganya di pipiku.
“eh tato lo keren ren ?” tanya pak jaka pemilik
rumah makan
“tato apa pak ?” jawabku sambil terus mengunyah
makanan
“itu di pipi lo ? nih liat” pak jaka kemudian
memberikan cermin
Aku kaget bukan kepalang melihat tanda
bekas tamparan anggi masih berbekas sampai aku makan.
“eh jangan bengong begitu tar ayam gue pada mati”
canda pak jaka.
“makanya ren kalo punya cewe tuh jangan lo duain
nah kena kan
lo hahaha” pak jaka tertawa terbahak bahak melihat reaksiku saat itu.
“ah bapak bisa aja, mana mungkin saya punya cewe
pak” jelasku. “ini pak, terima kasih ya, saya pergi dulu”
“loh ren ? iya udah ren hati hati” jawab pak jaka
heran.
Siang itu aku kembali ke supermarket
untuk bekerja namun aku menyelesaikan hariku dengan tidak biasa, aku habiskan
sisa sore ku untuk merenung di taman, aku sangat bingung dan tak mengerti
dengan apa yang sedang terjadi padaku, dia adikku, adik kandungku yang telah
merenggut orang tua ku dari sisiku, sebuah ironi yang sangat tragis dalam
keluargaku, untuk alasan itulah aku sangat membencinya, namun saat mendengar ia
semakin lemah setiap harinya tak bisa kupungkiri hatiku terluka, malam itu aku
tertidur sambil menangis memikirkan hal yang tak pernah aku temukan jawabanya,
sungguh aku sangat bingung jika saja aku bisa mengulang masa lalu akan
kulakukan apapun hanya untuk mendapatkan perhatian orang tuaku lagi, aku rindu
kehangatan mereka.
Bunyi beker kembali membuatku
terbangun pagi itu, hari baru di bulan yang baru, aku menengok kalender kecil
di meja belajarku yang tidak terpakai, kamis 1 maret 2012, setelah melihat
tanggal aku menuju kamar mandi namun baru beberapa langkah aku membalikan
tubuhku, seakan tak percaya aku berulang ulang membaca tanggal hari ini
“hari ini…. Ulang tahunnya” aku bicara seakan tak
percaya.
“tanggal 1 ya, sepertinya sudah waktunya aku
membayar biaya rumah sakitnya”
aku mulai tersadar bahwa setiap tanggal 1 aku
harus membayar biaya rumah sakit adikku, namun yang membuatku cukup kaget hari
ini bertepatan dengan ulang tahunya. Setelah keadaan di rumahku rapi dan
seluruh pekerjaan rumah beres aku mempersiapkan diri pergi ke rumah sakit,
walaupun sifatku yang agak ceroboh namun aku selalu merawat dan menjaga rumah
ini karena di sinilah ada sedikit kebahagiaan yang tersisa sebelum ia lahir dan
mengacaukan semua. Menyesal pun tak ada gunanya semua telah terjadi dan mereka
telah pergi, Setelah beberapa menit bersiap aku pun berangkat ke rumah sakit,
tak perlu menghabiskan waktu lama untuk sampai ke sana karena jarak rumah sakit dan rumahku tak
terlalu jauh.
Aku
telah sampai di lobi rumah sakit, sekali lagi aku persiapkan diriku dan
berharap aku tak bertemu anggi ataupun dia.
Biaya
rumah sakitnya terbilang cukup mahal karena perawatanya yang ekstrim dan perlu
ekstra perhatian khusus dari pihak rumah sakit.
“ah tuan rendy selamat pagi” sapa salah seorang
recepsionist di rumah sakit itu, itu tidak mengherankan karena aku selalu
datang di tanggal yang sama setiap bulan. “ ada yang bisa saya bantu ?”
“pagi juga, maaf mbak saya ingin membayar biaya
bulanan pasien citra….” Jelasku sambil menyerahkan sejumlah uang ke
recepsionist tersebut.
“oh ya silahkan tunggu sebentar ya”
Menunggu adalah hal yang paling
membuatku kesal, karena terlalu lama di sini berarti semakin besar kesempatanku
untuk bertemu orang orang yang tak ingin ku temui, memikirkanya saja sudah
membuat kepalaku sakit.
“kak rendy ?” tegur seseorang dari belakangku.
Suara
itu sudah tak asing bagiku, namun sepertinya sudah terlambat untuk menghindar.
“jangan ganggu gue, pergi sana urus dia !” usirku kasar
“maaf kalau gue kurang sopan kak, bukankah orang
yang selalu pergi dari masalah itu kakak sendiri ?”
Kalimat itu sentak membuatku tertegun
sesaat, tau apa dia tentang semua ini ? dia Cuma orang bodoh yang
menyukai orang yang bahkan sulit untuk berdiri, ya dia adalah Rifqi, laki -
laki yang sangat menyukai dan menyayangi adikku. haha bodohnya orang itu,
sayangnya aku malas berdebat denganya. Aku langsung pergi saja meninggalkannya
namun dia mencegahku.
“tunggu kak ! dokter ingin bertemu kakak” ujar
Rifqi.
“kakak di tunggu di kamar citra, ini penting”
rifqi tampak berusaha membujukku.
Sial aku tak bisa menghindar dari ini,
dokter yang dia maksud adalah teman ayahku yang sangat ku hormati, aku tak bisa
menolaknya, dengan langkah berat aku mengikuti langkah rifqi ke kamar citra.
Astaga
tuhan, ini hal yang sangat tak ku inginkan terjadi.
“kamu datang ?” seru anggi begitu melihatku
memasuki kamar citra.
“mana dokter ?” tanyaku tanpa menjawab tanyanya.
“kakak !”
Suara itu, suara yang sudah beberapa
bulan tak pernah ku dengar dan tak kuharapkan untuk mendengarnya.
“kakak ! itu suara kakak kan ? kakak di sini kan ?” citra berteriak histeris.
Citra mulai mencoba berdiri namun
seketika itu di tahan oleh anggi
“iya cit iya, kakak kamu ada di sini, udah jangan memaksakan diri”
anggi berusaha menenangkan citra.
“cit kamu hati - hati dong, nanti kalau
infusnya lepas gimana ?” Tanya rifqi cemas dan khawatir.
“mana dokter ? apa kalian ga ada yang denger gue
nanya ?” aku mulai tak sabar.
“dokternya sudah meninggalkan kamar ini beberapa
menit yang lalu ren, lagipula dari pada itu apa lo gak mikirin adik lo ?
sedikit aja ? citra kangen sama lo, lihat dia ! dia butuh elu ren” anggi Nampak
marah padaku
“adik ? adik yang mana ?” pertanyaanku serentak
membuat mereka tertegun.
“rendy lo tega ya ngom…….” Belum sempat anggi
menyelesaikan kata katanya citra langsung memotong dan melerai suasana yang
panas itu.
“udah kak… udah cukup kok, meskipun kakak sangat
membenciku, meskipun aku ga bisa lihat kakak tapi aku sudah sangat senang
mendengar suara kakak di telingaku, kakak pantas membenciku, tapi aku ingin
kakak tau aku sangat menyayangi kakak, maafkan aku kak…..” citra berkata sambil
tersenyum sekaligus meneteskan air mata.
Keadaan
hening sejenak sebelum akhirnya aku menyadari semua itu Cuma omong kosong.
“udah ? kalo udah, berarti ga ada lagi yang mesti
gue lakukan di sini” setelah berkata itu aku langkahkan kakiku meninggalkan
rumah sakit, meski anggi dan rifqi berusaha menahanku namun tak sedikitpun aku
ada niat mendengar ocehan mereka saat ini.
“sial !!! kenapa gue mesti ketemu dia
? bahkan harus mendengar kata kata dan suaranya, sial sial sial” sepanjang
jalan pulang aku terus menggerutu dalam hati.
Sesampainya di rumah aku terkejut
karena aku lupa untuk membersihkan rumahku, jika sudah malam maka tidak akan
sempat membersihkan seluruh bagian rumah, segera ku ambil perlengkapan dan
mulai membersihkanya secara cepat namun tetap bersih, satu hal yang selalu ku
benci dari rumah ini adalah kamarnya.
“sudah hampir 1 tahun kamar ini ga pernah gue
bersihin, kalo di biarin terus bias busuk nih ruangan, 1 kali aja kayaknya ga
apa apa deh” aku langkahkan kakiku untuk membuka pintu kamarnya dan melihat
isinya.
“ hhmmm…. Itu..” mataku tertuju pada selembar
kertas yang ada di atas meja belajar citra, aku mulai dekati perlahan meski tak
tau apa yang ku lakukan tapi seperti ada dorongan kuat untuk membacanya,
perlahan aku angkat kertas itu dan mulai membacanya ternyata itu adalah sebuah
puisi yang ia tulis sebelum kecelakaan itu terjadi, hal itu bisa di lihat
karena tanggal di pojok kanan kertas itu.
kakak,
Jika aku kuat maukah kau
tersenyum padaku ?
Jika esok hari cerah
maukah kau berlari bersamaku ?
Jika esok hari hujan
maukah kau memelukku di dadamu ?
Kakak,
Jika aku pergi akankah kau
kembali tersenyum ?
Jika jantungku berhenti berdetak akankah kau bernafas lega ?
Jika aku menutup mata
akankah kau akan menatap kembali dunia ?
Kakak,
Aku bersyukur tuhan telah memberikan
kau untukku
Kau adalah tongkat
penopang hidupku
Aku hidup hanya untuk
bernafas untukmu
Maafkan aku atas kebodohan
perasaanku
Aku selalu mengingatmu
seperti hari kemarin
Selalu seperti itu
Sekalipun bunga itu layu
karena akarnya namun tetap ia akan menyisakan sedikit keindahan untuk di
nikmati kembali, seperti anggrek di malam hari
Bulatan kecil tercetak di atas kertas
itu, bulatan air yang entah kenapa keluar dari mataku yang justru membuatku
kesal
“apa
yang gue lakukan ? kenapa gue nangis ? sial bodoh banget gue nangis buat dia”
aku berkata sendiri pada hatiku.
Namun perasaan itu muncul kembali, perasaan kuat
untuk melihat lebih lanjut catatan catatan citra yang lain, selanjutnya aku
melihat diary dan puisi puisinya yang lain yang membuat perasaanku campur aduk,
aku tak mengerti apa yang ku rasakan, tak ada apapun yang bisa ku lakukan
selain meneteskan air mata, entah kenapa air mata itu keluar dengan sendirinya
tanpa bisa ku tahan, sungguh aku merasa sangat lemah saat itu. Aku menyadari
bahwa citra sangat menyayangiku apa adanya dan berharap aku kembali menjadi aku
yang dulu lagi, semua itu terlihat dari tulisan - tulisan tangannya namun aku
tak bisa semudah itu melupakan apa yang telah ia lakukan padaku dan pada kedua
orang tuaku sehingga hidupku sekarang menjadi menderita seperti ini.
“gua bakal benci lo, sial ! gue akan tetap benci
lo seumur hidup gue, dan melupakan lo kaya embun di pagi hari yang bakal ilang
dengan sendirinya tersapu mentari” aku meninggikan alis dan mengecam diriku
sendiri.
Lama ku termenung menatap langit malam itu, aku
sangat bosan dengan semua orang yang terus mengganggu hidupku, akankah jika aku
mati semua beban dan perasaan ini hilang ? akankah jika aku pergi maka tak ada
lagi yang akan tersakiti ? semua pertanyaan itulah yang selalu menghantuiku,
bagiku hidup ini sudah tak ada artinya lagi, semua telah hilang begitu saja
seolah tidak ada sedikitpun yang tersisa kecuali serpihan kaca yang justru
malah membuat hatiku terus merasa tersakiti jika mengingatnya.
Malam
itu aku tertidur di bawah sinar bulan
“Triingg……Tringg……” bunyi beker itu kembali
membangunkanku dari hidup yang selalu ku inginkan yaitu mimpi, namun sepertinya
aku tak bisa lama lama karena sudah jam 6.44 artinya aku hanya punya beberapa
menit untuk bersiap bekerja di supermarket ibu rini.
“pagi bu…” sapa ku pada bu rini yang nampak sedang
bingung.
“oh i..ya ren pa…gi” bu rini terlihat berusaha
menjawab tergagap.
Seketika
hanya ada hening di antara kami, bu rini benar - benar terlihat sangat bingung
sekali, sungguh aku tak tahan dengan kebisuan ini.
“ada masalah apa bu ?” aku memberanikan diri untuk
bertanya langsung pada bu rini.
“kamu memang punya bakat untuk membaca pikiran ya”
nampak sedikit senyum akhirnya datang pada wajahnya.
“baiklah…..” bu rini menghela napas sebelum bercerita
lagi.
“sudah 6 tahun supermarket ini berdiri ren, sejak
suami ibu masih ada dan mengelola supermarket ini tapi, sekarang semua kerja
kerasnya hampir sirna karena kesalahan dan ketidakmampuan ibu mengelola tempat
ini ren” wanita setengah baya itu bercerita padaku sambil kedua matanya berkaca
kaca dan terlihat menerawang tak pasti.
“maksud ibu apa ?” sepertinya untukku penjelasan
tadi tidak membuatku mengerti.
“supermarket akan bangkrut” jelas bu rini dengan
nada sedih dan penuh penyesalan.
“bangkrut ? tapi kenapa ? bukankah tempat ini
selalu ramai ?” entah kenapa aku emosi setelah mendengar hal itu dan berteriak
kepada bu rini.
“rendi tenanglah… coba kamu berjalan dan melihat
supermarket lain lalu kamu bandingkan ramainya mereka dengan kita selama ini.
Mereka mampu membeli bahan bahan yang mahal serta sangat komplit sedangkan kita
? kita hanyalah supermarket tua yang telah kehilangan sinarnya” bu rini mencoba
menjelaskan secara detail padaku.
Sesaat semua kembali hening, penjelasan bu rini
itu memang benar dan memang itulah faktanya saat ini, namun aku tidak mau
semuanya berakhir.
“aku akan menolong ibu membuat supermarket ini
terkenal lagi” entah kenapa aku sangat ingin membantunya dan berkata seperti
itu.
“ha…. ?” bu rini bertanya tak percaya padaku.
“ha ? reaksi ibu aneh sekali… iya aku akan
membantu ibu” aku meyakinkan bu rini meskipun aku sendiri tidak yakin apa yang
bias ku lakukan.
“tapi dengan cara apa ren ?” akhirnya pertanyaan
yang ku takutkan muncul juga, bu rini seolah tau aku tidak tahu caranya.
“eehhmmm… nanti akan ku pikirkan bu, sebelum itu
sekrang kita buka dulu supermarketnya”
Aku dan bu rini kemudian segera memulai aktivitas
perdagangan kembali. Hari ini jumlah pelanggan masih sama seperti kemarin
artinya belum ada yang harus kami khawatirkan masalah supermarket ini.
Jam
dinding menunjukan pukul 20.00 saat aku sedang sibuk membersihkan koridor -
koridor supermarket, memang terasa berat untuk anak seumuranku mengurus
kebersihan dan perawatan supermarket seorang diri namun aku tidak tega membiarkan
bu rini melakukan semuanya sendirian, aku menoleh ke arah bu rini yang sedang
sibuk menghitung laba hari ini serta persiapan bahan baku untuk esok hari,
entah kenapa aku tersenyum dan merasa nyaman ada di sini walaupun dia bawel dan
suka marah marah tapi saat sisi lainya muncul aku merasa seperti ada ibu di
sampingku.
“rendy kamu boleh pulang” kata kata bu rini
membangunkanku dari lamunanku tadi.
“iya bu terima kasih ya untuk hari ini, selamat
malam” setelah mengucapkan salam aku melangkahkan kaki meninggalkan
supermarket.
Saat menyebrang jalan mataku di kagetkan oleh
kerlipan lampu papan iklan yang sangat terang di ujung jalan.
“brilian ! ini dia yang ku butuhkan” terlintas ide
gila di kepalaku.
Ku
pikir untuk mempermaju supermarket orang - orang di luar sana harus tau keberadaan supermarket ini,
iklan ya itulah yang kami butuhkan.
Ke
esokan harinya aku berencana menemui percetakan setempat dan segera membuat
kertas iklan sebanyak mungkin, setelah di konfirmasi semua itu butuh waktu
sekitar 2 hari, aku sangat tak sabar menunggu hari itu.
Selama 2 hari ini aku bekerja sangat bersemangat
dan senang sampai bu rini sering menanyakanya padaku karena heran padaku,
akhirnya hari yang di tunggu tiba, benar saja jam 06.30 akhirnya tukang pos
datang membawa paket yang berisikan kertas iklan yang kupesan, segera saja aku
berlari ke arah supermarket.
“loh rendi kamu datang pagi sekali ?” bu rini
kaget melihatku yang datang sepagi ini membawa tumpukan kertas. “ apa itu di
tanganmu ren ?” bu rini melanjutkan dengan pertanyaan heran lainya.
“ini adalah jalan keluar kita bu” jawabku penuh
semangat.
“jalan keluar kita ? bukankannya kita sudah punya
1 di depan ?” bu rini meledekku sambil terkekeh geli.
“dengan ini ibu bisa melanjutkan supermarket ini
bu” segera saja kubuka paket itu dan mengeluarkan isinya. “ini bu, lihat” aku
segera menunjukan iklan yang ku buat pada bu rini.
Bu rini terdiam, dan menundukan wajahnya, sungguh
saat itu aku merasa telah berbuat sesuatu yang salah, jangan jangan bukan ini
yang dia inginkan.
“ibu kenapa ? hasilnya
jelek ya ?” masih belum ada jawaban dari bu rini. “kalau gitu saya buang aja
ya” begitu aku hendak membalikan badan
karena
putus asa tangan bu rini sergah mencegahku dan tubuhnya memelukku erat.
“terima kasih” hanya kata itu yang berusaha di ucapkan
bu rini di tengah isaknya, aku mengerti sekarang, dia terharu.
Pagi itu, setelah hampir 1 tahun aku
kembali merasakan kehangatan itu, tanpa aku sadar aku juga memeluk ibu rini
sangat erat, aku rindu sangat rindu, kehangatan seorang ibu di sampingku.
“rendy” bu rini membangunkanku dari lamunanku.
“iya kenapa bu ?” sambil melepaskan pelukanku aku
menatap wajahnya.
Lama
ia menatapku.
“ternyata kamu punya sisi baik juga ya” bu rini
terkekeh geli.
Aku tak bisa menjawab, tak bisa kupungkiri
kalau aku baru saja melakukan hal yang sebenarnya tak ku suka namun, melihat
senyum bu rini aku tak dapat berbuat apa apa kecuali ikut bahagia.
Aku tak mau berlama lama di sini jadi aku segera
pamit pada bu rini dan menuju keramaian untuk menyebarkan iklan tersebut, namun,
semua yang terlihat mudah ternyata tak semudah kelihatanya, orang - orang yang
ku tawari hanya melewatiku begitu saja.
“permisi pak silahkan di ambil…” dengan wajah yang
kubuat semenarik mungkin aku menawari salah seorang businessman sepertinya.
“maaf saya sibuk, nanti kertas kamu mengotori
tangan saya” orang itu berkata sungguh penuh kesombongan.
“kok bapak ngomong gitu ? emangnya baju bapak
semahal apa sih ? kalo jas setelan gitu di senen juga banyak kali” kalau bukan
aku bertujuan baik sudah ku hajar orang ini.
“kamu itu kurang ajar sekali padahal masih bocah,
kamu bekerja di supermarket seperti itu ? hah memalukan sekali anak muda jaman
sekarang, tidak memiliki dedikasi, kamu bekerja di supermarket kumuh seperti
itu….. bla bla bla bla” nada dan kalimat merendahkan terus keluar dari mulutnya
dengan suara agak keras sehingga beberapa orang terlihat memperhatikan kami.
Tanpa ku sadari tanganku sudah
mengepal dari tadi, dia boleh saja menjelek jelekan diriku dan pekerjaanku,
tapi aku tidak bisa terima jika dia menghina supermarket bu rini serendah itu.
“berisik sekali” aku melancarkan tinjuku ke arah
wajahnya, namun sesaat sebelum pukulan itu sampai tangan seseorang menahanku.
“cukup ren !” wanita itu terlihat begitu marah
padaku.
“maaf pak teman saya memang bodoh jadi mohon di
maafkan” wanita itu membungkukan badanya
“hei apa apaan lo !” aku tidak terima seperti ini
dan mengalah padanya.
“gue bilang diem ren ! cukup !” segera tanganya
menarikku menjauh dari keramaian yang ternyata sudah sangat ramai di sekeliling
kami.
Di tengah kebingungan seperti itu aku
Cuma bisa mengangkat jari tengahku ke belakang, sesaat aku menoleh bapak itu
terlihat menggerutu dan terus menghardik kami berdua, kami terus berlari
menjauh dari keramaian tapi tanganya masih terus menggenggamku.
“sudah cukup jauh” aku berusaha melepaskan diri
dari dia.
“stop dulu hei” sergahku kepadanya.
Kami segera berhenti untuk bernafas
dan beristirahat, aku memperhatikan wajahnya dengan seksama, jika ia berusaha
berbuat seperti tadi tentulah dia orang yang sangat mengenalku, tidak butuh
lama sampai aku mengenalinya.
“silvia ?” tanyaku terheran padanya.
“lo baru sadar ?” jawabnya ringan dan santai.
“iya, kok bisa ? bukanya lo di Eropa ?” tanyaku
dengan wajah polos.
“gue lagi liburan di sini” dia menjelaskan
“kenapa tadi lo misahin gue ? orang kaya tadi
harusnya di beri pelajaran !” aku kembali teringat kejadian tadi dan meminta
penjelasanya.
“maaf, tapi tujuan lo itu baik jadi jangan lo
rusak karena emosi sesaat” kata katanya membuatku tertegun dan berfikir sesaat.
“kenapa diem ?” pertanyaanya membuatku tersadar
dari lamunanku.
“iya, makasih deh” aku tak tau harus berkata apa
padanya.
“lo tinggal di mana ren ?” suasana mulai mencair
dan dia terlihat lebih tenang.
“kalau mau tau langsung aja ke rumahku, sekalian
kita istirahat” aku melihat ke arahnya dan memberikan penawaran itu.
“ya udah” dia mengiyakan.
Di perjalanan aku mengetahui bahwa ia
baru saja berlibur ke sini, sudah lama dia tidak ke Indonesia sejak berpisah dengan
kami beberapa tahun lalu, Silvia adalah anak yang baik dan cantik, ia sangat
populer di sekolahku dulu, dia adalah primadona sekolahku yang di incar bukan
hanya laki - laki di sekolahku tapi dari luar sekolah juga, tubuhnya yang
sintal, matanya yang biru, rambutnya hitam terurai serta senyumnya yang
manislah yang membuat semua yang melihatnya akan merasa ingin membawanya pulang
dan menjadikanya pajangan dinding agar bisa di lihat setiap harinya, kami
saling bertukar cerita masing masing, tapi dia terlihat ikut sedih saat cerita
mulai di sisiku.
“gimana lo sama Anggi ?” pertanyaanya itu seperti
pecahan kaca yang di torehkan ke jantungku, aku hanya terdiam.
“eh kok diem ? malu ya ? apa jangan jangan udah
nikah ? hahahaha kalau adik lo yang lucu itu gimana ?” pertanyaan pertanyaan
itu seperti membuat jantungku berhenti dan otakku pecah, Tuhan aku tak bisa
marah padanya, tapi aku juga tidak bisa memendam semua.
“kayaknya itu gak harus di jawab, gue kayaknya ga
bisa nerima lo sebagai tamu deh hari ini, maaf ya” setelah aku berkata seperti
itu dia tampak kebingungan, rasa bingungnya bertambah saat aku meninggalkanya
begitu saja.
“ren dimana gue bisa ketemu lo lagi ?” dia
menanyakan hal itu sebelum tepat aku menghilang di pertigaan.
Aku
tak menjawab, aku hanya menerbangkan 1 kertas iklan yang tersisa, karena kertas
iklan yang lain sudah berterbangan kemana mana saat kami berlari tadi.
Hari ini semua perasaanku bercampur
aduk, satu hari sial lagi kupikir tidak akan jadi masalah karena aku sudah
biasa dengan hal itu, yang aku takutkan adalah aku tidak berani menunjukan
wajahku pada bu rini, namun sekarang ini dia pasti sudah menungguku.
“ren kamu udah pulang ?” bu rini Nampak
menyambutku saat aku ada di seberang jalan.
“loh kenapa kamu kusut banget toh ? ada apa ?” bu
rini Nampak cemas saat aku terlihat sangat lesu.
“ibu tau kamu belum makan kan ? ayo masuk dulu, ibu tadi masak sambal
goreng kentang” seperti tau ibu rini segera menyuruhku masuk dan menyuguhkan
makanan.
“iya bu terimakasih” apa yang harus kulakukan saat
ini, sial sekali aku tak sanggup mengecewakan ibu rini.
Setelah itu aku makan bersama bu rini
di lantai atas supermarket yang mana rumah ibu rini sendiri, ini pertama
kalinya aku masuk ke ruang ini, semenjak hari itu bu rini tidak pernah mengomel
dan cerewet padaku, terkadang aku merindukan itu tapi keadaan sekarang jauh
lebih baik sepertinya. Aku tak bisa bilang aku tak sanggup.
“ada apa ren ? cerita saja” jantungku terhenti, bu
rini seperti tau isi kepalaku.
“ma…maaf bu. Saya tidak menyebarkan semua
selebaran itu karena ada masalah tadi” aku tertunduk aku tidak berani menatap
wajahnya.
“oh tidak apa apa kok, selama kamu pulang dengan
selamat itu sudah cukup” aku kaget setelah melihat ibu rini tersenyum padaku.
“lain kali jangan lari dari masalah dan bicaralah jujur pada orang yang mengkhawatirkanmu”
nasihat bu rini itu sangat mengena di hatiku, seolah masalah itu ada padaku.
Setelah itu tanpa ku sadari aku jadi
makan sangat lahap karena entah kenapa makanan bu rini memang sangat enak
sekali dan begitu hangat, memiliki sentuhan sendiri.
“bu” aku memanggilnya di tengah kunyahan demi
kunyahanku.
“kenapa ren ?” tanyanya tanpa menoleh.
“masakan ibu enak aku belum pernah memakan yang
seenak ini” pujiku pada bu rini.
“haha kamu bisa aja ren, sudah habiskan dulu” aku
tau bu rini tersipu malu.
“bu kalo ikan ini apa ya ?” tanyaku sambil
menunjuk lauk yang ada di tengah meja makan.
“itu ikan marlin ren” bu rini menjelaskan.
“emangnya ada di pasar ya ikan kaya gini ? kan susah di carinya ?”
tanyaku bodoh.
“semua masakan ini bisa kamu dapatkan di supermarket
ibu ren” jawab bu rini enteng.
“loh jadi……” aku berfikir sejenak.
“ketemu ini ide gila tapi kupikir harus di coba
bu” teriakku di tengah tengah meja makan, bu rini hanya Nampak tersenyum.
“restoran supermarket” celetukku kemudian.
“apaan tuh ren ?” Tanya bu rini.
“ibu bisa masak kan , kita buat restoran yang masakanya
adalah bahan dari supermarket itu sendiri, serta orang - orang bisa memilih dan
memasak sendiri masakanya di tempat kita bu, tentu saja biaya restoran ini
lebih murah karena barangnya mudah di dapat, pasti menarik banyak perhatian bu”
aku menjelaskan dengan semangat.
“hhhmmmm” ibu rini berfikir seolah ragu.
“aku akan membantu bu jadi jangan khawatir” aku
berusaha meyakinkan bu rini.
“baiklah ren, kita akan mencobanya ya” bu rini
mengiyakan ideku.
Keesokan harinya kami memanggil
bantuan untuk memberikan ruang khusus untuk restoran serta dekor lainya untuk
memperindah tempat baru kami yang kami beri nama “RESET” restoran supermarket, semua
telah siap sampai hari pertama reset buka, benar saja saat orang orang bertanya
apakah benar bisa masak di sini dengan koki professional dengan menu yang kita
inginkan, kami mampu melakukanya dan menunjukan kualitas restoran kami, kabar
tentang reset tersebar luas ke berbagai tempat, aku sangat senang melihat bu
rini tersenyum, aku melanggar janjiku sendiri untuk tidak menggantungkan hidup
untuk orang lain atau tidak perduli pada orang lain, namun aku tidak bisa tidak
perduli pada bu rini.
Sekarang posisiku adalah waiter di
restoran itu, sampai suatu hari saat restoran dan supermarket sedang ramai aku
melihat seorang wanita duduk di pojok restoran sambil memegang sebuah komik,
aku menghampirinya dan memastikan siapa itu, serta menawarkan dia menu kami.
“permisi, mau pesan apa ?” tanyaku sopan padanya.
“hiihihihi rendi lo lucu banget deh” aku tak
menyangka dia itu silvia.
“eh elo..eh kenapa ada di sini ?” aku sangat malu
padanya.
“loh kan
lo yang kasih alamat di sini ren” iya juga ku pikir.
Ada yang berbeda darinya, dia tampak
sedih dan seperti bersiap kehilangan sesuatu, aku tidak tahu itu apa dan tidak
mau tau, kami mengobrol lepas dan kembali dia bercerita hal yang bersifat
pribadi padaku, aku mengetahui bahwa dia akan pergi ke Eropa untuk tinggal di
asrama di sana, itu artinya dia tidak akan bisa kembali ke Indonesia untuk
waktu yang lama, itu yang membuatnya sedih dan berharap ini perpisahan yang
layak, dia juga memintaku menemaninya berkeliling karena dia tidak punya siapa
- siapa yang dia kenal di Indonesia, dia juga tidak bisa menemukan alamat anggi
karena anggi sudah pindah rumah, aku sempat menolak namun bu rini malah datang
dan mendesakku menuruti keinginanya, apa boleh buat pikirku.
Selama hampir 1 minggu aku menemaninya
ke berbagai tempat, tentu saja dengan uangnya karena aku tidak punya uang sama
sekali, aku mengetahui kalau dia tidak menyukai laki laki yang hanya menyukai
fisiknya dan hanya memandang wanita sebagai nafsu saja, dia juga suka sekali
kartun jepang, lagu yang dia dengar ya lagu jepang, buku yang dia baca ya buku
jepang, ia bercerita setelah lulus dari sekolahnya di Eropa dia akan pindah ke
Jepang, matanya penuh semangat dan mati di saat bersamaan, dia juga tidak
pernah menyukai keramaian dan tidak mudah menyukai serta perduli pada orang
lain, aku tidak tahu perasaan apa yang datang padaku .
to be continued.........♥
2 komentar:
udah ku baca (^o^)v
hmmm....
bagusnya komen apa ya ?
hehe ..
just kidding ko azu-chan,
menurutku, (y) hehe ..
menarik :)
tokoh utamanya agak suram ya? mksd ku, sikapnya ke adek nya , hehe
iya emang karakternya begitu di capt pertama tapi di capt selanjutnya menarik banget tunggu aja ya kelanjutannya.....^^b
Posting Komentar