http://www.emocutez.com http://www.emocutez.com http://www.emocutez.com http://www.emocutez.com

Alive Part.1

Setiap kehidupan memiliki ceritanya sendiri, sebuah ikatan selalu menunjukan jalan kebahagiaan dan arti dalam hidup ini.
Rendy pernah memiliki keyakinan itu sebelum akhirnya dia membuang jauh semua keyakinanya setelah kecelakaan itu terjadi.
kecelakaan yang merenggut seluruh keyakinan di hatinya, dan semua itu karena adikknya.
sekarang rendy telah membuang cinta dari hatinya sendiri.
Namun sayangnya sebuah ikatan tidak pernah bisa hilang meski kita mencoba melakukan apapaun untuk menghapusnya, rendy kembali harus merasakan perihnya mencintai.
Rendy sangat membenci itu, karena setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, Sudah lama ia merasa mati dari dunia ini setelah kehilangan tujuan hidup.
sampai akhirnya wanita itu datang, Wanita ini kembali mengisi hati rendy yang telah lama kosong dengan cinta.
Namun Hatinya pernah di isi seseorang yang sekarang telah ia lupakan.
Berada di tengah hal itu sungguh menyakitkan
Haruskah rendy melupakanya ?
Atau kembali padanya ?
Jika ia kembali maka ia Sekaligus kembali pada adiknya.
Manakah yang lebih kuat ?
Cinta atau kebencian
  

ALIVE
“Setiap ikatan punya jalanya sendiri untuk kembali”


Rendy

Bunyi beker di telingaku begitu keras pagi itu membuatku terbangun dari mimpiku dan kembali ke hidupku yang menyedihkan, sesaat aku melihat ke luar jendela semua nampak gembira menyambut pagi itu dan bergegas menuju tujuan mereka masing masing, namun tidak bagiku yang tidak memiliki tujuan karena semua itu telah di renggut dariku 1 tahun yang lalu, setelah kepergian orang tuaku aku hidup sendiri di rumahku yang terlalu besar hingga nampak dari luar ini hanyalah sebuah rumah kosong, bisnis orang tuaku di dunia yang membuatku tidak akan kehabisan uang untuk makan dan hidup untuk diriku, namun tetap saja aku harus bekerja dan menghemat sisa peninggalan orang tuaku, aku tidak perlu siapapun karena hidup akan lebih mudah jika kita tidak bergantung pada siapapun atau menggantungkan hidup kita untuk siapapun, sekarang yang ada dalam pikiranku hanyalah lakukan pekerjaanku untuk mendapatkan uang dan makan lalu pulang begitu seterusnya hingga aku mati, semua ini terjadi karena dia, dialah penyebab hancurnya hidupku selama ini, tak bisa kupungkiri bahwa dialah satu satunya yang tersisa di hidupku, namun setelah semua yang terjadi aku menganggap dia sudah mati, dia adalah adikkuIni sudah pukul 7 lewat aku harus bergegas menuju supermarket di ujung jalan, jika aku terlambat maka pemilik supermarket itu akan sangat marah kepadaku
“apa kau tidak punya jam ? rumahmu kan hanya beberapa meter dari sini, kenapa setiap hari kau terlambat ?” Bu rini bertanya padaku.
“maaf bu aku lupa mengganti battery jam, jadi aku tidak tahu kalau sudah pagi” jawabku sekenanya.
Hampir setiap hari aku kena omelan dan ocehan dari bu rini, dan setiap hari juga aku semakin kebal terhadap ocehanya.
siang itu cukup panas untuk membuat es meleleh dalam beberapa menit, kupikir berbaring sebentar di gudang akan mencairkan tubuhku, namun aku salah karena ternyata gudang adalah tempat terpanas di gedung itu, aku memutuskan untuk keluar dari gedung itu untuk mencari makan
“hei rendy mau kemana ? sebentar sebentar pergi kerjaanmu saja belum selesai” teriak bu rini dari dalam.
“makan siang !” aku balas teriak dari luar. Serentak semua yang sedang belanja cekikian
          Aku segera berlari kencang menuju rumah makan sederhana langgananku di daerah itu.
“rendy !”
Suara itu nampak tak asing bagiku, karena itu aku tidak menoleh dan terus berlari namun langkahku terhenti ketika ia menarik tanganku dan membuatku menghadapnya, dia adalah anggi, temanku sejak aku lahir
“jangan ganggu gue” jawabku dingin.
“citra masuk ICU lagi ren” suara anggi lirih.
“lalu ?”
“plis ren dia butuh lo di sampingnya saat ini” anggi terlihat memohon padaku.
“lebih baik dia mati, gue ga butuh orang kaya dia !”
“plak” sebuah tamparan mendarat di pipi kananku, tamparan itu sangat keras hingga membuatku terhempas ke samping kiri

“kenapa ren ?” anggi mulai menitihkan air mata.
“kenapa lo berubah kaya gini ren ?, sampai kapan lo mau tenggelam karena masa lalu ren ?, semua bukan salah citra” anggi menegaskan padaku
“nggi” aku menaikan wajahnya dan menatapnya tajam.
“lo gak tau apa apa tentang hidup gue, jadi lebih baik jauhi gue”
          Kalimat itu membuat anggi terdiam dan terpaku untuk beberapa saat, aku meneruskan langkahku meninggalkanya menuju rumah makan itu dengan menyisakan tanda tanganya di pipiku.
“eh tato lo keren ren ?” tanya pak jaka pemilik rumah makan
“tato apa pak ?” jawabku sambil terus mengunyah makanan
“itu di pipi lo ? nih liat” pak jaka kemudian memberikan cermin
          Aku kaget bukan kepalang melihat tanda bekas tamparan anggi masih berbekas sampai aku makan.
“eh jangan bengong begitu tar ayam gue pada mati” canda pak jaka.
“makanya ren kalo punya cewe tuh jangan lo duain nah kena kan lo hahaha” pak jaka tertawa terbahak bahak melihat reaksiku saat itu.
“ah bapak bisa aja, mana mungkin saya punya cewe pak” jelasku. “ini pak, terima kasih ya, saya pergi dulu”
“loh ren ? iya udah ren hati hati” jawab pak jaka heran.
          Siang itu aku kembali ke supermarket untuk bekerja namun aku menyelesaikan hariku dengan tidak biasa, aku habiskan sisa sore ku untuk merenung di taman, aku sangat bingung dan tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi padaku, dia adikku, adik kandungku yang telah merenggut orang tua ku dari sisiku, sebuah ironi yang sangat tragis dalam keluargaku, untuk alasan itulah aku sangat membencinya, namun saat mendengar ia semakin lemah setiap harinya tak bisa kupungkiri hatiku terluka, malam itu aku tertidur sambil menangis memikirkan hal yang tak pernah aku temukan jawabanya, sungguh aku sangat bingung jika saja aku bisa mengulang masa lalu akan kulakukan apapun hanya untuk mendapatkan perhatian orang tuaku lagi, aku rindu kehangatan mereka.
          Bunyi beker kembali membuatku terbangun pagi itu, hari baru di bulan yang baru, aku menengok kalender kecil di meja belajarku yang tidak terpakai, kamis 1 maret 2012, setelah melihat tanggal aku menuju kamar mandi namun baru beberapa langkah aku membalikan tubuhku, seakan tak percaya aku berulang ulang membaca tanggal hari ini
“hari ini…. Ulang tahunnya” aku bicara seakan tak percaya.
“tanggal 1 ya, sepertinya sudah waktunya aku membayar biaya rumah sakitnya”
aku mulai tersadar bahwa setiap tanggal 1 aku harus membayar biaya rumah sakit adikku, namun yang membuatku cukup kaget hari ini bertepatan dengan ulang tahunya. Setelah keadaan di rumahku rapi dan seluruh pekerjaan rumah beres aku mempersiapkan diri pergi ke rumah sakit, walaupun sifatku yang agak ceroboh namun aku selalu merawat dan menjaga rumah ini karena di sinilah ada sedikit kebahagiaan yang tersisa sebelum ia lahir dan mengacaukan semua. Menyesal pun tak ada gunanya semua telah terjadi dan mereka telah pergi, Setelah beberapa menit bersiap aku pun berangkat ke rumah sakit, tak perlu menghabiskan waktu lama untuk sampai ke sana karena jarak rumah sakit dan rumahku tak terlalu jauh.
Aku telah sampai di lobi rumah sakit, sekali lagi aku persiapkan diriku dan berharap aku tak bertemu anggi ataupun dia.
Biaya rumah sakitnya terbilang cukup mahal karena perawatanya yang ekstrim dan perlu ekstra perhatian khusus dari pihak rumah sakit.
“ah tuan rendy selamat pagi” sapa salah seorang recepsionist di rumah sakit itu, itu tidak mengherankan karena aku selalu datang di tanggal yang sama setiap bulan. “ ada yang bisa saya bantu ?”
“pagi juga, maaf mbak saya ingin membayar biaya bulanan pasien citra….” Jelasku sambil menyerahkan sejumlah uang ke recepsionist tersebut.
“oh ya silahkan tunggu sebentar ya”
          Menunggu adalah hal yang paling membuatku kesal, karena terlalu lama di sini berarti semakin besar kesempatanku untuk bertemu orang orang yang tak ingin ku temui, memikirkanya saja sudah membuat kepalaku sakit.
“kak rendy ?” tegur seseorang dari belakangku.
Suara itu sudah tak asing bagiku, namun sepertinya sudah terlambat untuk menghindar.
“jangan ganggu gue, pergi sana urus dia !” usirku kasar
“maaf kalau gue kurang sopan kak, bukankah orang yang selalu pergi dari masalah itu kakak sendiri ?”
          Kalimat itu sentak membuatku tertegun sesaat, tau apa dia tentang semua ini ? dia Cuma orang bodoh yang menyukai orang yang bahkan sulit untuk berdiri, ya dia adalah Rifqi, laki - laki yang sangat menyukai dan menyayangi adikku. haha bodohnya orang itu, sayangnya aku malas berdebat denganya. Aku langsung pergi saja meninggalkannya namun dia mencegahku.
“tunggu kak ! dokter ingin bertemu kakak” ujar Rifqi.
“kakak di tunggu di kamar citra, ini penting” rifqi tampak berusaha membujukku.
          Sial aku tak bisa menghindar dari ini, dokter yang dia maksud adalah teman ayahku yang sangat ku hormati, aku tak bisa menolaknya, dengan langkah berat aku mengikuti langkah rifqi ke kamar citra.
Astaga tuhan, ini hal yang sangat tak ku inginkan terjadi.
“kamu datang ?” seru anggi begitu melihatku memasuki kamar citra.
“mana dokter ?” tanyaku tanpa menjawab tanyanya.
“kakak !”
          Suara itu, suara yang sudah beberapa bulan tak pernah ku dengar dan tak kuharapkan untuk mendengarnya.
“kakak ! itu suara kakak kan ? kakak di sini kan ?” citra berteriak histeris.
          Citra mulai mencoba berdiri namun seketika itu di tahan oleh anggi
“iya cit iya, kakak kamu ada di sini, udah jangan memaksakan diri” anggi berusaha menenangkan citra.
“cit kamu hati - hati dong, nanti kalau infusnya lepas gimana ?” Tanya rifqi cemas dan khawatir.
“mana dokter ? apa kalian ga ada yang denger gue nanya ?” aku mulai tak sabar.
“dokternya sudah meninggalkan kamar ini beberapa menit yang lalu ren, lagipula dari pada itu apa lo gak mikirin adik lo ? sedikit aja ? citra kangen sama lo, lihat dia ! dia butuh elu ren” anggi Nampak marah padaku
“adik ? adik yang mana ?” pertanyaanku serentak membuat mereka tertegun.
“rendy lo tega ya ngom…….” Belum sempat anggi menyelesaikan kata katanya citra langsung memotong dan melerai suasana yang panas itu.
“udah kak… udah cukup kok, meskipun kakak sangat membenciku, meskipun aku ga bisa lihat kakak tapi aku sudah sangat senang mendengar suara kakak di telingaku, kakak pantas membenciku, tapi aku ingin kakak tau aku sangat menyayangi kakak, maafkan aku kak…..” citra berkata sambil tersenyum sekaligus meneteskan air mata.
Keadaan hening sejenak sebelum akhirnya aku menyadari semua itu Cuma omong kosong.
“udah ? kalo udah, berarti ga ada lagi yang mesti gue lakukan di sini” setelah berkata itu aku langkahkan kakiku meninggalkan rumah sakit, meski anggi dan rifqi berusaha menahanku namun tak sedikitpun aku ada niat mendengar ocehan mereka saat ini.
          “sial !!! kenapa gue mesti ketemu dia ? bahkan harus mendengar kata kata dan suaranya, sial sial sial” sepanjang jalan pulang aku terus menggerutu dalam hati.
          Sesampainya di rumah aku terkejut karena aku lupa untuk membersihkan rumahku, jika sudah malam maka tidak akan sempat membersihkan seluruh bagian rumah, segera ku ambil perlengkapan dan mulai membersihkanya secara cepat namun tetap bersih, satu hal yang selalu ku benci dari rumah ini adalah kamarnya.
“sudah hampir 1 tahun kamar ini ga pernah gue bersihin, kalo di biarin terus bias busuk nih ruangan, 1 kali aja kayaknya ga apa apa deh” aku langkahkan kakiku untuk membuka pintu kamarnya dan melihat isinya.
“ hhmmm…. Itu..” mataku tertuju pada selembar kertas yang ada di atas meja belajar citra, aku mulai dekati perlahan meski tak tau apa yang ku lakukan tapi seperti ada dorongan kuat untuk membacanya, perlahan aku angkat kertas itu dan mulai membacanya ternyata itu adalah sebuah puisi yang ia tulis sebelum kecelakaan itu terjadi, hal itu bisa di lihat karena tanggal di pojok kanan kertas itu.

kakak,
Jika aku kuat maukah kau tersenyum padaku ?
Jika esok hari cerah maukah kau berlari bersamaku ?
Jika esok hari hujan maukah kau memelukku di dadamu ?


Kakak,
Jika aku pergi akankah kau kembali tersenyum ?
Jika jantungku berhenti berdetak akankah kau bernafas lega ?
Jika aku menutup mata akankah kau akan menatap kembali dunia ?
Kakak,
Aku bersyukur tuhan telah memberikan kau untukku
Kau adalah tongkat penopang hidupku
Aku hidup hanya untuk bernafas untukmu
Maafkan aku atas kebodohan perasaanku

Aku selalu mengingatmu seperti hari kemarin
Selalu seperti itu
Sekalipun bunga itu layu karena akarnya namun tetap ia akan menyisakan sedikit keindahan untuk di nikmati kembali, seperti anggrek di malam hari

          Bulatan kecil tercetak di atas kertas itu, bulatan air yang entah kenapa keluar dari mataku yang justru membuatku kesal
“apa yang gue lakukan ? kenapa gue nangis ? sial bodoh banget gue nangis buat dia” aku berkata sendiri pada hatiku.
Namun perasaan itu muncul kembali, perasaan kuat untuk melihat lebih lanjut catatan catatan citra yang lain, selanjutnya aku melihat diary dan puisi puisinya yang lain yang membuat perasaanku campur aduk, aku tak mengerti apa yang ku rasakan, tak ada apapun yang bisa ku lakukan selain meneteskan air mata, entah kenapa air mata itu keluar dengan sendirinya tanpa bisa ku tahan, sungguh aku merasa sangat lemah saat itu. Aku menyadari bahwa citra sangat menyayangiku apa adanya dan berharap aku kembali menjadi aku yang dulu lagi, semua itu terlihat dari tulisan - tulisan tangannya namun aku tak bisa semudah itu melupakan apa yang telah ia lakukan padaku dan pada kedua orang tuaku sehingga hidupku sekarang menjadi menderita seperti ini.
“gua bakal benci lo, sial ! gue akan tetap benci lo seumur hidup gue, dan melupakan lo kaya embun di pagi hari yang bakal ilang dengan sendirinya tersapu mentari” aku meninggikan alis dan mengecam diriku sendiri.
Lama ku termenung menatap langit malam itu, aku sangat bosan dengan semua orang yang terus mengganggu hidupku, akankah jika aku mati semua beban dan perasaan ini hilang ? akankah jika aku pergi maka tak ada lagi yang akan tersakiti ? semua pertanyaan itulah yang selalu menghantuiku, bagiku hidup ini sudah tak ada artinya lagi, semua telah hilang begitu saja seolah tidak ada sedikitpun yang tersisa kecuali serpihan kaca yang justru malah membuat hatiku terus merasa tersakiti jika mengingatnya.
Malam itu aku tertidur di bawah sinar bulan
“Triingg……Tringg……” bunyi beker itu kembali membangunkanku dari hidup yang selalu ku inginkan yaitu mimpi, namun sepertinya aku tak bisa lama lama karena sudah jam 6.44 artinya aku hanya punya beberapa menit untuk bersiap bekerja di supermarket ibu rini.
“pagi bu…” sapa ku pada bu rini yang nampak sedang bingung.
“oh i..ya ren pa…gi” bu rini terlihat berusaha menjawab tergagap.
Seketika hanya ada hening di antara kami, bu rini benar - benar terlihat sangat bingung sekali, sungguh aku tak tahan dengan kebisuan ini.
“ada masalah apa bu ?” aku memberanikan diri untuk bertanya langsung pada bu rini.
“kamu memang punya bakat untuk membaca pikiran ya” nampak sedikit senyum akhirnya datang pada wajahnya.
“baiklah…..” bu rini menghela napas sebelum bercerita lagi.
“sudah 6 tahun supermarket ini berdiri ren, sejak suami ibu masih ada dan mengelola supermarket ini tapi, sekarang semua kerja kerasnya hampir sirna karena kesalahan dan ketidakmampuan ibu mengelola tempat ini ren” wanita setengah baya itu bercerita padaku sambil kedua matanya berkaca kaca dan terlihat menerawang tak pasti.
“maksud ibu apa ?” sepertinya untukku penjelasan tadi tidak membuatku mengerti.
“supermarket akan bangkrut” jelas bu rini dengan nada sedih dan penuh penyesalan.
“bangkrut ? tapi kenapa ? bukankah tempat ini selalu ramai ?” entah kenapa aku emosi setelah mendengar hal itu dan berteriak kepada bu rini.
“rendi tenanglah… coba kamu berjalan dan melihat supermarket lain lalu kamu bandingkan ramainya mereka dengan kita selama ini. Mereka mampu membeli bahan bahan yang mahal serta sangat komplit sedangkan kita ? kita hanyalah supermarket tua yang telah kehilangan sinarnya” bu rini mencoba menjelaskan secara detail padaku.
Sesaat semua kembali hening, penjelasan bu rini itu memang benar dan memang itulah faktanya saat ini, namun aku tidak mau semuanya berakhir.
“aku akan menolong ibu membuat supermarket ini terkenal lagi” entah kenapa aku sangat ingin membantunya dan berkata seperti itu.
“ha…. ?” bu rini bertanya tak percaya padaku.
“ha ? reaksi ibu aneh sekali… iya aku akan membantu ibu” aku meyakinkan bu rini meskipun aku sendiri tidak yakin apa yang bias ku lakukan.
“tapi dengan cara apa ren ?” akhirnya pertanyaan yang ku takutkan muncul juga, bu rini seolah tau aku tidak tahu caranya.
“eehhmmm… nanti akan ku pikirkan bu, sebelum itu sekrang kita buka dulu supermarketnya”
Aku dan bu rini kemudian segera memulai aktivitas perdagangan kembali. Hari ini jumlah pelanggan masih sama seperti kemarin artinya belum ada yang harus kami khawatirkan masalah supermarket ini.
Jam dinding menunjukan pukul 20.00 saat aku sedang sibuk membersihkan koridor - koridor supermarket, memang terasa berat untuk anak seumuranku mengurus kebersihan dan perawatan supermarket seorang diri namun aku tidak tega membiarkan bu rini melakukan semuanya sendirian, aku menoleh ke arah bu rini yang sedang sibuk menghitung laba hari ini serta persiapan bahan baku untuk esok hari, entah kenapa aku tersenyum dan merasa nyaman ada di sini walaupun dia bawel dan suka marah marah tapi saat sisi lainya muncul aku merasa seperti ada ibu di sampingku.
“rendy kamu boleh pulang” kata kata bu rini membangunkanku dari lamunanku tadi.
“iya bu terima kasih ya untuk hari ini, selamat malam” setelah mengucapkan salam aku melangkahkan kaki meninggalkan supermarket.
Saat menyebrang jalan mataku di kagetkan oleh kerlipan lampu papan iklan yang sangat terang di ujung jalan.
“brilian ! ini dia yang ku butuhkan” terlintas ide gila di kepalaku.
Ku pikir untuk mempermaju supermarket orang - orang di luar sana harus tau keberadaan supermarket ini, iklan ya itulah yang kami butuhkan.
Ke esokan harinya aku berencana menemui percetakan setempat dan segera membuat kertas iklan sebanyak mungkin, setelah di konfirmasi semua itu butuh waktu sekitar 2 hari, aku sangat tak sabar menunggu hari itu.
Selama 2 hari ini aku bekerja sangat bersemangat dan senang sampai bu rini sering menanyakanya padaku karena heran padaku, akhirnya hari yang di tunggu tiba, benar saja jam 06.30 akhirnya tukang pos datang membawa paket yang berisikan kertas iklan yang kupesan, segera saja aku berlari ke arah supermarket.
“loh rendi kamu datang pagi sekali ?” bu rini kaget melihatku yang datang sepagi ini membawa tumpukan kertas. “ apa itu di tanganmu ren ?” bu rini melanjutkan dengan pertanyaan heran lainya.
“ini adalah jalan keluar kita bu” jawabku penuh semangat.
“jalan keluar kita ? bukankannya kita sudah punya 1 di depan ?” bu rini meledekku sambil terkekeh geli.
“dengan ini ibu bisa melanjutkan supermarket ini bu” segera saja kubuka paket itu dan mengeluarkan isinya. “ini bu, lihat” aku segera menunjukan iklan yang ku buat pada bu rini.
Bu rini terdiam, dan menundukan wajahnya, sungguh saat itu aku merasa telah berbuat sesuatu yang salah, jangan jangan bukan ini yang dia inginkan.
“ibu kenapa ? hasilnya jelek ya ?” masih belum ada jawaban dari bu rini. “kalau gitu saya buang aja ya” begitu aku hendak membalikan badan
karena putus asa tangan bu rini sergah mencegahku dan tubuhnya memelukku erat.
“terima kasih” hanya kata itu yang berusaha di ucapkan bu rini di tengah isaknya, aku mengerti sekarang, dia terharu.
          Pagi itu, setelah hampir 1 tahun aku kembali merasakan kehangatan itu, tanpa aku sadar aku juga memeluk ibu rini sangat erat, aku rindu sangat rindu, kehangatan seorang ibu di sampingku.
“rendy” bu rini membangunkanku dari lamunanku.
“iya kenapa bu ?” sambil melepaskan pelukanku aku menatap wajahnya.
Lama ia menatapku.
“ternyata kamu punya sisi baik juga ya” bu rini terkekeh geli.
          Aku tak bisa menjawab, tak bisa kupungkiri kalau aku baru saja melakukan hal yang sebenarnya tak ku suka namun, melihat senyum bu rini aku tak dapat berbuat apa apa kecuali ikut bahagia.
Aku tak mau berlama lama di sini jadi aku segera pamit pada bu rini dan menuju keramaian untuk menyebarkan iklan tersebut, namun, semua yang terlihat mudah ternyata tak semudah kelihatanya, orang - orang yang ku tawari hanya melewatiku begitu saja.
“permisi pak silahkan di ambil…” dengan wajah yang kubuat semenarik mungkin aku menawari salah seorang businessman sepertinya.
“maaf saya sibuk, nanti kertas kamu mengotori tangan saya” orang itu berkata sungguh penuh kesombongan.
“kok bapak ngomong gitu ? emangnya baju bapak semahal apa sih ? kalo jas setelan gitu di senen juga banyak kali” kalau bukan aku bertujuan baik sudah ku hajar orang ini.
“kamu itu kurang ajar sekali padahal masih bocah, kamu bekerja di supermarket seperti itu ? hah memalukan sekali anak muda jaman sekarang, tidak memiliki dedikasi, kamu bekerja di supermarket kumuh seperti itu….. bla bla bla bla” nada dan kalimat merendahkan terus keluar dari mulutnya dengan suara agak keras sehingga beberapa orang terlihat memperhatikan kami.
          Tanpa ku sadari tanganku sudah mengepal dari tadi, dia boleh saja menjelek jelekan diriku dan pekerjaanku, tapi aku tidak bisa terima jika dia menghina supermarket bu rini serendah itu.
“berisik sekali” aku melancarkan tinjuku ke arah wajahnya, namun sesaat sebelum pukulan itu sampai tangan seseorang menahanku.
“cukup ren !” wanita itu terlihat begitu marah padaku.
“maaf pak teman saya memang bodoh jadi mohon di maafkan” wanita itu membungkukan badanya
“hei apa apaan lo !” aku tidak terima seperti ini dan mengalah padanya.
“gue bilang diem ren ! cukup !” segera tanganya menarikku menjauh dari keramaian yang ternyata sudah sangat ramai di sekeliling kami.
          Di tengah kebingungan seperti itu aku Cuma bisa mengangkat jari tengahku ke belakang, sesaat aku menoleh bapak itu terlihat menggerutu dan terus menghardik kami berdua, kami terus berlari menjauh dari keramaian tapi tanganya masih terus menggenggamku.
“sudah cukup jauh” aku berusaha melepaskan diri dari dia.
“stop dulu hei” sergahku kepadanya.
          Kami segera berhenti untuk bernafas dan beristirahat, aku memperhatikan wajahnya dengan seksama, jika ia berusaha berbuat seperti tadi tentulah dia orang yang sangat mengenalku, tidak butuh lama sampai aku mengenalinya.
“silvia ?” tanyaku terheran padanya.
“lo baru sadar ?” jawabnya ringan dan santai.
“iya, kok bisa ? bukanya lo di Eropa ?” tanyaku dengan wajah polos.
“gue lagi liburan di sini” dia menjelaskan
“kenapa tadi lo misahin gue ? orang kaya tadi harusnya di beri pelajaran !” aku kembali teringat kejadian tadi dan meminta penjelasanya.
“maaf, tapi tujuan lo itu baik jadi jangan lo rusak karena emosi sesaat” kata katanya membuatku tertegun dan berfikir sesaat.
“kenapa diem ?” pertanyaanya membuatku tersadar dari lamunanku.
“iya, makasih deh” aku tak tau harus berkata apa padanya.
“lo tinggal di mana ren ?” suasana mulai mencair dan dia terlihat lebih tenang.
“kalau mau tau langsung aja ke rumahku, sekalian kita istirahat” aku melihat ke arahnya dan memberikan penawaran itu.
“ya udah” dia mengiyakan.
          Di perjalanan aku mengetahui bahwa ia baru saja berlibur ke sini, sudah lama dia tidak ke Indonesia sejak berpisah dengan kami beberapa tahun lalu, Silvia adalah anak yang baik dan cantik, ia sangat populer di sekolahku dulu, dia adalah primadona sekolahku yang di incar bukan hanya laki - laki di sekolahku tapi dari luar sekolah juga, tubuhnya yang sintal, matanya yang biru, rambutnya hitam terurai serta senyumnya yang manislah yang membuat semua yang melihatnya akan merasa ingin membawanya pulang dan menjadikanya pajangan dinding agar bisa di lihat setiap harinya, kami saling bertukar cerita masing masing, tapi dia terlihat ikut sedih saat cerita mulai di sisiku.
“gimana lo sama Anggi ?” pertanyaanya itu seperti pecahan kaca yang di torehkan ke jantungku, aku hanya terdiam.
“eh kok diem ? malu ya ? apa jangan jangan udah nikah ? hahahaha kalau adik lo yang lucu itu gimana ?” pertanyaan pertanyaan itu seperti membuat jantungku berhenti dan otakku pecah, Tuhan aku tak bisa marah padanya, tapi aku juga tidak bisa memendam semua.
“kayaknya itu gak harus di jawab, gue kayaknya ga bisa nerima lo sebagai tamu deh hari ini, maaf ya” setelah aku berkata seperti itu dia tampak kebingungan, rasa bingungnya bertambah saat aku meninggalkanya begitu saja.
“ren dimana gue bisa ketemu lo lagi ?” dia menanyakan hal itu sebelum tepat aku menghilang di pertigaan.
Aku tak menjawab, aku hanya menerbangkan 1 kertas iklan yang tersisa, karena kertas iklan yang lain sudah berterbangan kemana mana saat kami berlari tadi.
          Hari ini semua perasaanku bercampur aduk, satu hari sial lagi kupikir tidak akan jadi masalah karena aku sudah biasa dengan hal itu, yang aku takutkan adalah aku tidak berani menunjukan wajahku pada bu rini, namun sekarang ini dia pasti sudah menungguku.
“ren kamu udah pulang ?” bu rini Nampak menyambutku saat aku ada di seberang jalan.
“loh kenapa kamu kusut banget toh ? ada apa ?” bu rini Nampak cemas saat aku terlihat sangat lesu.
“ibu tau kamu belum makan kan ? ayo masuk dulu, ibu tadi masak sambal goreng kentang” seperti tau ibu rini segera menyuruhku masuk dan menyuguhkan makanan.
“iya bu terimakasih” apa yang harus kulakukan saat ini, sial sekali aku tak sanggup mengecewakan ibu rini.
          Setelah itu aku makan bersama bu rini di lantai atas supermarket yang mana rumah ibu rini sendiri, ini pertama kalinya aku masuk ke ruang ini, semenjak hari itu bu rini tidak pernah mengomel dan cerewet padaku, terkadang aku merindukan itu tapi keadaan sekarang jauh lebih baik sepertinya. Aku tak bisa bilang aku tak sanggup.
“ada apa ren ? cerita saja” jantungku terhenti, bu rini seperti tau isi kepalaku.
“ma…maaf bu. Saya tidak menyebarkan semua selebaran itu karena ada masalah tadi” aku tertunduk aku tidak berani menatap wajahnya.
“oh tidak apa apa kok, selama kamu pulang dengan selamat itu sudah cukup” aku kaget setelah melihat ibu rini tersenyum padaku. “lain kali jangan lari dari masalah dan bicaralah jujur pada orang yang mengkhawatirkanmu” nasihat bu rini itu sangat mengena di hatiku, seolah masalah itu ada padaku.
          Setelah itu tanpa ku sadari aku jadi makan sangat lahap karena entah kenapa makanan bu rini memang sangat enak sekali dan begitu hangat, memiliki sentuhan sendiri.
“bu” aku memanggilnya di tengah kunyahan demi kunyahanku.
“kenapa ren ?” tanyanya tanpa menoleh.
“masakan ibu enak aku belum pernah memakan yang seenak ini” pujiku pada bu rini.
“haha kamu bisa aja ren, sudah habiskan dulu” aku tau bu rini tersipu malu.
“bu kalo ikan ini apa ya ?” tanyaku sambil menunjuk lauk yang ada di tengah meja makan.
“itu ikan marlin ren” bu rini menjelaskan.
“emangnya ada di pasar ya ikan kaya gini ? kan susah di carinya ?” tanyaku bodoh.
“semua masakan ini bisa kamu dapatkan di supermarket ibu ren” jawab bu rini enteng.
“loh jadi……” aku berfikir sejenak.
“ketemu ini ide gila tapi kupikir harus di coba bu” teriakku di tengah tengah meja makan, bu rini hanya Nampak tersenyum.
“restoran supermarket” celetukku kemudian.
“apaan tuh ren ?” Tanya bu rini.
“ibu bisa masak kan, kita buat restoran yang masakanya adalah bahan dari supermarket itu sendiri, serta orang - orang bisa memilih dan memasak sendiri masakanya di tempat kita bu, tentu saja biaya restoran ini lebih murah karena barangnya mudah di dapat, pasti menarik banyak perhatian bu” aku menjelaskan dengan semangat.
“hhhmmmm” ibu rini berfikir seolah ragu.
“aku akan membantu bu jadi jangan khawatir” aku berusaha meyakinkan bu rini.
“baiklah ren, kita akan mencobanya ya” bu rini mengiyakan ideku.
          Keesokan harinya kami memanggil bantuan untuk memberikan ruang khusus untuk restoran serta dekor lainya untuk memperindah tempat baru kami yang kami beri nama “RESET” restoran supermarket, semua telah siap sampai hari pertama reset buka, benar saja saat orang orang bertanya apakah benar bisa masak di sini dengan koki professional dengan menu yang kita inginkan, kami mampu melakukanya dan menunjukan kualitas restoran kami, kabar tentang reset tersebar luas ke berbagai tempat, aku sangat senang melihat bu rini tersenyum, aku melanggar janjiku sendiri untuk tidak menggantungkan hidup untuk orang lain atau tidak perduli pada orang lain, namun aku tidak bisa tidak perduli pada bu rini.
          Sekarang posisiku adalah waiter di restoran itu, sampai suatu hari saat restoran dan supermarket sedang ramai aku melihat seorang wanita duduk di pojok restoran sambil memegang sebuah komik, aku menghampirinya dan memastikan siapa itu, serta menawarkan dia menu kami.
“permisi, mau pesan apa ?” tanyaku sopan padanya.
“hiihihihi rendi lo lucu banget deh” aku tak menyangka dia itu silvia.
“eh elo..eh kenapa ada di sini ?” aku sangat malu padanya.
“loh kan lo yang kasih alamat di sini ren” iya juga ku pikir.
          Ada yang berbeda darinya, dia tampak sedih dan seperti bersiap kehilangan sesuatu, aku tidak tahu itu apa dan tidak mau tau, kami mengobrol lepas dan kembali dia bercerita hal yang bersifat pribadi padaku, aku mengetahui bahwa dia akan pergi ke Eropa untuk tinggal di asrama di sana, itu artinya dia tidak akan bisa kembali ke Indonesia untuk waktu yang lama, itu yang membuatnya sedih dan berharap ini perpisahan yang layak, dia juga memintaku menemaninya berkeliling karena dia tidak punya siapa - siapa yang dia kenal di Indonesia, dia juga tidak bisa menemukan alamat anggi karena anggi sudah pindah rumah, aku sempat menolak namun bu rini malah datang dan mendesakku menuruti keinginanya, apa boleh buat pikirku.
          Selama hampir 1 minggu aku menemaninya ke berbagai tempat, tentu saja dengan uangnya karena aku tidak punya uang sama sekali, aku mengetahui kalau dia tidak menyukai laki laki yang hanya menyukai fisiknya dan hanya memandang wanita sebagai nafsu saja, dia juga suka sekali kartun jepang, lagu yang dia dengar ya lagu jepang, buku yang dia baca ya buku jepang, ia bercerita setelah lulus dari sekolahnya di Eropa dia akan pindah ke Jepang, matanya penuh semangat dan mati di saat bersamaan, dia juga tidak pernah menyukai keramaian dan tidak mudah menyukai serta perduli pada orang lain, aku tidak tahu perasaan apa yang datang padaku .

to be continued.........♥
Category: 2 komentar

2 komentar:

Liz mengatakan...

udah ku baca (^o^)v

hmmm....
bagusnya komen apa ya ?
hehe ..
just kidding ko azu-chan,

menurutku, (y) hehe ..
menarik :)
tokoh utamanya agak suram ya? mksd ku, sikapnya ke adek nya , hehe

Azu Jirazu mengatakan...

iya emang karakternya begitu di capt pertama tapi di capt selanjutnya menarik banget tunggu aja ya kelanjutannya.....^^b

Posting Komentar

azu-jirazu.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.